Pentingnya Crisis Management dan Komunikasi Efektif bagi Perwira Pelayaran

Posted :

in :

by :

Kapal adalah dunia tersendiri yang beroperasi jauh dari daratan. Dalam situasi darurat—baik itu kebakaran, tubrukan, atau cuaca ekstrem—keberhasilan menyelamatkan kapal, muatan, dan nyawa awak sangat bergantung pada kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan oleh perwira. Ini adalah inti dari Manajemen Krisis (Crisis Management) maritim.

Politeknik Pelayaran (Poltekpel) Malahayati Aceh tidak hanya mencetak perwira yang mahir dalam navigasi dan mesin, tetapi juga pemimpin yang tenang, tegas, dan komunikatif saat menghadapi tekanan tinggi. Kami memastikan lulusan kami siap menjadi komandan yang andal di tengah badai, sesuai dengan standar STCW (Standards of Training, Certification and Watchkeeping).


1. Pilar Utama: Pengambilan Keputusan di Bawah Tekanan

Manajemen Krisis adalah tentang mengubah kepanikan menjadi tindakan terstruktur. Taruna dilatih untuk:

  • Penilaian Situasi Cepat (Rapid Assessment): Mampu mengumpulkan informasi kritis (seperti tingkat kerusakan, lokasi api, atau kondisi korban) dalam hitungan detik dan menggunakannya untuk menentukan prioritas tindakan.
  • Prosedur Darurat (Emergency Procedures): Menguasai penerapan prosedur baku untuk berbagai skenario (kebakaran, meninggalkan kapal/ abandon ship, man overboard), memastikan setiap anggota kru tahu peran dan tugasnya.
  • Simulasi Bridge/Engine Room Team Management: Latihan rutin di Simulator Kapal yang mensimulasikan kegagalan sistem utama atau cuaca buruk, melatih taruna untuk bekerja sebagai tim di bawah stres.

2. Komunikasi sebagai Jantung Manajemen Krisis

Di tengah krisis, komunikasi yang buruk dapat memperburuk situasi. Perwira Poltekpel Malahayati dilatih untuk:

  • Komunikasi Internal yang Jelas: Menyampaikan perintah kepada kru dengan bahasa yang tegas, singkat, dan tidak ambigu, menghilangkan kebingungan yang membuang waktu.
  • Komunikasi Eksternal (GMDSS): Mahir menggunakan sistem Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS) untuk mengirimkan sinyal bahaya (Distress Signal) ke otoritas SAR (Search and Rescue) atau kapal lain, memastikan informasi posisi dan jenis darurat disampaikan dengan akurat.
  • Pelaporan Insiden: Menguasai prosedur dokumentasi dan pelaporan insiden maritim yang sistematis, penting untuk investigasi pasca-insiden.

3. Soft Skill di Ruang Komando

Di luar aspek teknis, seorang pemimpin krisis harus menguasai soft skill kepemimpinan:

  • Kepemimpinan Situasional: Mampu beradaptasi antara gaya kepemimpinan yang tegas (authoritative) di saat kritis dan gaya yang suportif (supportive) saat menenangkan dan memotivasi kru.
  • Keseimbangan Emosi: Mampu mengelola stres pribadi dan menunjukkan ketenangan di hadapan kru, menanamkan rasa percaya diri dan mengurangi kepanikan kolektif.

Poltekpel Malahayati Aceh mencetak perwira yang tidak hanya menguasai lautan, tetapi juga menguasai diri sendiri di saat-saat paling genting, siap menjaga keselamatan pelayaran dan kehormatan Malahayati.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *